-->

BINTANG

Selasa, 12 Maret 2013

Impian tak berbatas

semua orang memiliki impian
impian tak memandang status seseorang
orang2 dengan kemampuan ekonomi rendah bkan mjdi penghalang utk kita bisa meraih masa depan yg lbih cemerlang
bukan pula hanya orang2 yg berkantong tebal yg berhak menikmati pendidikan,,,
namun orang2 seperti saya seperti teman2 yg bernasib sama dengan saya
orang2 seperti saya orang yg berlatar belakang dr keluarga tdk mampu justru hrus mempunyai motivasi lebih tinggi,,,,
katakan bahwa saya bisa
katakan bahwa saya mampu...
katakan bahwa impian juga berhak kita miliki,,,
asalkan ada doa dan usaha aku yakin tuhan akan selalu bersama kita
bersama orang2 yang sungguh2 ingin meraih mimpi,,,
tidak usah merasa iri dengan orang2 yang menghabiskan berjuta2 uang hanya utk berhura2,,,
tapi irilah dg orang2 yang memiliki uang sedikt toi berhasil meraih mimpi,,,
bangunlah mimpi dri sekarang,,,
bangun mimpi setinggi mungkin,,,
percayalah bahwa tuhan maha mendengar,,,
percayalah bahwa tuhan akan mengabulkan mimpi2 kita,,,,
impian ada didepan mata,,,,tinggal bagaiman kita mencoba utk meraihnya....
"Dont afraid before you try its"...
semangat berkarya semangat meraih mimpi dan semgat meraih sukses,,,,,

Minggu, 23 Desember 2012

perencanaan pembelajaran

                                               PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Pengertian perencanaan menurut para ahli adalah:
1. Wiliam H Newman
     perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. perencanaan mengandung rangkaian putusan yang luas dan penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, metode dan prosedur tertentu, serta kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.
2. Hadari Nawawi
    perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.

     Jadi Perencanaan adalah proses penyusunan materi, pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pengajaran dan penilaian pada alokasi waktu yang akan di laksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
        Konsep perencanaan pembelajaran dapat dilihat dari berbagai suatu pandang:
1. perencanaan pembelajaran sebagai teknologi
    perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori konstruktif terhadap problem pengajaran.
2. perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem
       susunan dari sumber dan prosedur untuk menggerakan pembelajaran
3. perencanaan pembelajaran sebagai sebuah displin
        cabang pengetahuan yang memperhatikan hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasi nya.
4. perencanaan pembelajaran sebagai sebuah sains
        mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan  implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan situasi maupun fasilitas pembelajaran
5. perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses
          pengembangan pengajaran secara sistematis yang di gunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran.
6. perencanan pembelajaran sebagai sebuah realitas
            ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek kegiatan telah selesai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistemik        
         prinsip/dimensi perencanaan menurut Harjanto:
1. signifikansi
2. realitas
3. relevansi
4. kepastian
5. ketelitian
6. adaptabilitas
7. waktu
8. monitoring
9. isi perencanan
          


Minggu, 07 Oktober 2012

populasi dan sampel dalam penelitian kualitatif


Populasi dan Sampel
Dalam Penelitian Kualitatif

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu: Joko Budi Poernomo M.Pd


Disusun Oleh :
Tri Nofiatun (103611024)
Fatihatun Nurrahmah (103611032)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

Populasi dan Sampel
Dalam Penelitian Kualitatif

I.Pendahuluan
Salah satu bagian dalam desain penelitian adalah menentukan populasi dan sampel penelitian. Dewasa ini, kegiatan penelitian banyak dilakukan dengan penarikan sampel, karena metode penarikan sampel lebih praktis, biayanya lebih hemat, serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode sensus. Pengambilan sebagian dari keseluruhan objek, dan atas hasil penelitian suatu keputusan atau kesimpulan mengenai keseluruhan objek populasi dibuat, disebut sebagai metode penarikan sampel (sampling). Penelitian yang memakai sampel untuk meneliti atau menyelidiki karakteristik objek penelitian, dilakukan dengan beberapa alasan antara lain: objek yang diteliti sifatnya mudah rusak, objek yang diteliti bersifat homogen, tidak mungkin meneliti secara fisik seluruh objek dalam populasi, untuk menghemat biaya, untuk menghemat waktu dan tenaga, serta keakuratan hasil sampling.

II.Rumusan Masalah
A.Apa pengertian populasi dan sampel?
B.Bagaimana teknik pengambilan sampel?

III.Pembahasan
A.Pengertian populasi dan sampel
Terdapat perbedaan yang mendasar dalam pengertian antara pengertian “ populasi dan sampel “ dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “ social situtation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut contohnya : di rumah berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, di desa, dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi di dalamnya”. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas orang-orang yang berada pada tempat tertentu. Situasi sosial seperti ditunjukkan pada gambar 11.1

Gambar 11.1. Situasi sosial (Social situation)
Tetapi sebenarnya obyek penelitian kualitatif, juga bukan semata-mata pada situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen tersebut, tetapi juga bisa berupa peristiwa alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan dan sejenisnya. Seorang peneliti yang mengamati secara mendalam tentang perkembangan tumbuh-tumbuhan tertentu, kinerja mesin, menelusuri rusaknya alam, adalah merupakan proses penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena yang semula masih belum jelas.
Berdasarkan hal tersebut, maka model penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat digambarkan seperti gambar 11.2a dan 11.2b.
Pada gambar 11.2a terlihat bahwa, penelitian berangkat dari populasi tertentu, tetapi karena keterbatasan tenaga, dana, waktu, dan pikiran, maka peneliti menggunakan sampel sebagai objek yang dipelajari atau sebagai sumber data. Pengambilan sampel secara random. Berdasarkan data dari sampel tersebut selanjutnya digeneralisasikan ke populasi, di mana sampel tersebut diambil.



Gambar 11.2a. Model generalisasi penelitian kuantitatif. Sampel representatif, hasilnya digeneralisasikan ke populasi

Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, yang dapat berupa lembaga pendidikan tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel tidak diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat ditransferkan atau diterapkan ke situasi sosial (tempat lain) , apabila situasi sosial yang lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti.




Gambar 11.2b. Model generalisasi penelitian kualitatif. Sampel purposive, hasil dari A dapat ditransferkan hanya ke B, C, D
Sanafiah Faisal dengan mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang di dalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Sampel sebagai sumber data sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.
2.Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3.Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4.Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya sendiri”
5.Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
B.Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel disebut teknik sampling.
Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki populasi.
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan ada dua yaitu:
1.Purposive sampling
Adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
Menurut Lincoln dan Guba, ciri-ciri khusus purposive sampel:
a.Emergent sampling design/sementara
b.Serial selection of sampel units/menggelinding seperti bola salju
c.Continous adjusment or ‘focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan
d.Selection to the point of redundancy/dipilih sampai jenuh
2.Snowball sampling
Adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.
Teknik pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif yang bersifat purposive dan snowball itu dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini:


Gambarb 11.3. proses pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif, Purposive dan Snowball.
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan, dalam proposal penelitian telah merencanakan A sebagai orang pertama sebagai sumber data. Informasi awal ini sebaiknya dipilih orang yang bisa “ membuktikan pintu” untuk mengenali keseluruhan medan secara luas. Selanjutnya oleh A disarankan ke B dan C. Dari B dan C belum memperoleh data yang lengkap, maka peneliti ke F dan G. Dari F dan G belum memperoleh data yang akurat, maka peneliti ke E, selanjutnya ke H, ke G, ke I dan terakhir ke J. Setelah sampai J data sudah jenuh, sehingga sampel sumber data sudah mencukupi, dan tidak perlu menambah sampel yang baru.
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Dalam proses penentuan sampel berapa besar sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Dalam purposive sampling besar sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi. Dalam hal ini S. Nasution menjelaskan bahwa penentuan unit sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf “ redundancy ” yaitu datanya telah jenuh, ditambah sampel lagi tidak memberikan informasi baru. Artinya bahwa dengan menggunakan sumber data selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti.
Dalam proposal penelitian kualitatif, sampel sumber data yang dikemukakan masih bersifat sementara. namun demikian pembuat proposal perlu menyebutkan siapa-siapa yang kemungkinan akan digunakan sebagai sumber data. misalnya akan meneliti gaya belajar anak jenius, maka kemungkinan sampel sumber datanya adalah orang- orang yang dianggap jenius, keluarga, guru yang membimbing, serta kawan-kawan dekatnya. selanjutnya misalnya meneliti tentang gaya kepemimpinan seseorang, maka kemungkinan sampel sumber datanya adalah pimpinan yang bersangkutan, bawahan, atasan, dan teman sejawatnya, yang dianggap paling tahu tentang gaya kepemimpinan yang diteliti. Telah di kemukakan bahwa penambahan sampel itu dihentikan, manakala datanya sudah jenuh. dari berbagai informan, baik yang lama maupun yang baru, tidak memberikan data baru lagi. Bila pemilihan sampel atau informan benar-benar jatuh pada subyek yang benar-benar menguasai situasi sosial yang diteliti ( obyek ), maka merupakan keuntungan bagi peneliti, karena tidak memerlukan banyak sampel lagi, sehingga penelitian cepat selesai. Jadi yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah ” tuntas dan kepastian ” perolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan banyaknnya sampel sumber data
Contoh :
Seorang peneliti, ingin menemukan gaya belajar anak yang berbakat di Sekolah Dasar, berdasarkan hal tersebut maka langkah- langkah penemuan sampel sumber data adalah sebagai berikut.
1.Melakukan penjelajahan umum ke SD-SD untuk mencari adakah murid berbakat. penjelajahan dengan memilih Kepala Sekolah dan guru, serta dokumen sebagai sumber data awal, untuk mengetahui ada tidaknya anak berbakat pada SD yang dipimpinnya.( Sampel sumber data dipilih Kepala Sekolah, guru, dokumen )
2.Setelah ada informasi dari Kepala Sekolah, guru dan dokumentasi nilai- nilai pelajaran, selanjutnya dapat diketahui jumlah anak berbakat pada setiap kelas, misalnya setiap kelas ditemukan ada dua murid yang berbakat. Dengan demikian untuk satu SD ada 12 murid yang berbakat ( 2 x 6 kelas ). di sini sampel sumber data Kepala Sekolah,guru, dan dokumentasi.
3.Berdasarkan 12 murid tersebut, selanjutnya dapat diidentifikasikan nilai rapor dari berbagai pelajaran, ranking di kelas, penghargaan yang telah diperoleh, bakat spesifik yang dimiliki, latar belakang sosial dan ekonomi keluarga dan orang tua murid ( sumber data murid dan dokumentasi )
4.Memulai melakukan penelitian terhadap murid-murid yang terpilih tersebut dengan sampel sumber data murid yang bersangkutan dalam berbagai aktivitasnya, guru- gurunya, orang tua dan teman-temannya. pengumpulan dilakukan secara trianggulasi.
IV.Kesimpulan
dari pemaparan di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1.Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “ social situtation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
2.Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena yang semula masih belum jelas.
Sampel sebagai sumber data sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.
a.Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
b.Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
c.Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya sendiri”
d.Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
3.Teknik pengambilan sampel disebut teknik sampling. Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan ada dua yaitu:
1.Purposive sampling
Adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
2.Snowball sampling
Adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.
V.penutup
Demikianlah makalah ini kami susun guna memenuhi tugas perkuliahan Metodologi Penelitian Pendidikan. Kami menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Terima kasih atas kesediaan untuk membaca makalah kami, semoga bermanfaat.















DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono. 2009 . Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta.

ayat al qur'an tentang materi optika


Nama : Tri Nofiatun
Kelas : Tadris Fisika
Tugas Mata Kuliah OPTIKA

Ayat-ayat yang berhubungan dengan optika:
1.Qs. Al insyiqaaq: 16
   
Maka Sesungguhnya aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja,

2.Qs. Al Hajj : 47
        •        
dan mereka meminta kepadamu agar azab itu di segerakan, Padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu.

3.Qs. As Sajdah : 5
                 
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

4.Qs. Al Ma’aarij : 4
           
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.

5.Qs. At Tahrim: 8
       •        •         •                  •     
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

6.Qs. Annur : 35

                 •           •                      ••      
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

7.Qs. An nahl : 78 ( ayat tentang prinsip kerja teropong bumi dan teropong bintang)
    •            
dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

8.Qs . Al Isra : 70
                  
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.


ISI PERMENDIKNAS NO 41


Kelompok 3
Nama Anggota: 1. Nikmatul Maghfiroh
2. Nia Nor Ihsani
3. Indah Dwirosiono
4. Tri Nofiatun
5. Umi Rofi’atun Nikmah
6. Fatihatun Nurrahmah
Hasil diskusi kelompok 3 ( Isi Permendiknas No. 41 Th 2007) sebagai berikut:
1.Yang harus dilakukan dalam perencanaan proses pembelajaran menurut Permendiknas No. 41 Th 2007 adalah:
a.Membuat dan menyusun silabus
b.Membuat dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Adapun Silabus sebagai acuan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran memuat:
1.Identitas Mata Pelajaran,
2.Standar Kompetensi (SK)
3.Kompetensi Dasar (KD)
4.Materi Pembelajaran
5.Indikator pencapaian kompetensi
6.Tujuan pembelajaran
7.Materi ajar
8.Alokasi waktu
9.Metode pembelajaran
10.Penilaian Hasil belajar
11.Sumber belajar
Sedangkan untuk rencana pelaksanaan pembelajaran memiliki komponen yang hampir sama dengan komponen silabus, hanya saja dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terdapat komponen kegiatan pembelajaran yang terdiri dari : keegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan penutup.
2. Pelaksanaan proses pembelajaran menurut Permendiknas No. 41 Th 2007 meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup yang merupakan implementasi dari RPP.
a. Kegiatan pendahuluan
Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang terkait materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang harus dicapai.
b. Kegiatan inti
Proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif sehingga peserta didik termotivasi untuk berpartisipasi aktif. Dimana kegiatan ini menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Kegiatan penutup
Guru bersama peserta didik atau sendiri membuat rangkuman atau kesimpulan dari pelajaran yang di ajar dan melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan belajar mengajar yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
3. Penilaian hasil belajar menurut permendiknas No. 41 Th 2007 dilakukan secara:
a. Konsisten
Konsisten dalam artian ajeg atau sesuai jadi penilaian hasil belajar yang dilakukan harus sesuai dengan isi pembelajaran dan perilaku yang seharusnya di ukur.
b. Sistematik
Susunan penilaian hasil belajar teratur atau berurutan meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi, verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan,
c. Terprogram
Terprogram disini penilaian hasil pembelajaran dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu:
1. Tes
Penilaian dengan tes dilakukan baik menggunakan tes subjektif maupun tes objektif.
2. Non tes
Penilaian nontes dilakukan dalam bentuk:
a. Pengamatan kinerja
b. Pengukuran sikap : penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap obyek sikap.
c. Penilaian hasil karya yang berupa
☻ Tugas : suatu investigasi dengan tahapan perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data.
☻ Proyek/produk: penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni.
☻ Portofolio : penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang sistematis.
☻ Penilaian diri : menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.
4. Yang melakukan pengawasan proses pembelajaran menurut Permendiknas No.41 Th 2007 adalah kepala dan pengawas satuan pendidikan, adapun pelaksanaan pengawasan tersebut dilakukan dengan cara, antara lain:
a. Pemantauan
Pemantauan ini dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan Dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara dan dokumentasi.
b. Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil pembelajaran, supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan dan konsultasi.
c. Evaluasi
1. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a. membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses,
b. mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
3. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
d.Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasiproses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan
e.Tindak lanjut
1. Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.
2. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.
3. Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pe¬nataran lebih lanjut.

Minggu, 03 Juni 2012

07-OST[1].SUPER HAP - Touch my heart-Minus.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - เกรียงไกร พรฤษีไตรรัตน์

07-OST[1].SUPER HAP - Touch my heart-Minus.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - เกรียงไกร พรฤษีไตรรัตน์

Teori-teori Belajar

Teori-Teori Belajar Behaviorisme, Gestalt, Kognitivisme, Konstruktivisme, Cbsa, Keterampilan Proses, Sosial, Ctl, Pendekatan Komunikatif, Pendekatan Tematik-Integratif
Teori belajar.
Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai sejumlah teori atau filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Teori belajar tersebutsebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian bahkan sudah dikenal dalam mata kuliah tentang pendidikan dan pengajaran. Penguasaan teori itu dimaksudkan agar guru mampu mempertanggungjawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan kelas.
a. Behaviorisme.
Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja (manusia atau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa, struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
b. Gestalt.
Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya belajar secara keseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu, baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa, aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan setapak demi setapak,dari fonem, lalu morfem dan kata, frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-bagian yang saling berpengaruhdan saling bergantung.
c. Kognitivisme.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. (Lihat strategi pembelajaran!).
d. Konstruktivisme.
Teori Piaget di atas melahirkan teori konstruktivisme dalam belajar. Piaget mengatakan bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu sendiri. Menurut konstruktivisme, pebelajar (learner, orang yang sedang belajar) akan membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan apa yang sudah diketahuinya. Karena itu belajar tentang dan mempelajari sesuatu itu tidak dapat diwakilkan dan tidak dapat “diborongkan” kepada orang lain. Siswa sendiri harus proaktif mencari dan menemukan pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”, atau apa yang disebut pengetahuan awal (prior knowledge), sehingga guru bisa tepat menyajikan bahan pengajaran yang pas: Jangan memberikan bahan yang sudah diketahui siswa, jangan memberikan bahan yang terlalu jauh bisa dijangkau oleh siswa. Patut diingat bahwa sebelum belajar bahasa Indonesia siswa sudah mempunyai bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai “pengetahuan awal” mereka. Pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya dalam bahasa daerahnya itu harus dimanfaatkan oleh guru untuk belajar berbahasa Indonesia dengan lebih baik.
e. CBSA.
Sebenarnya CBSA sudah kita kenal sejak 1981 yang menyertai Kurikulum 1984 juga. CBSA itu suatu pendekatan yang lahir untuk mengatasi keadaan kelas yang siswanya serba pasif. Adalah pandangan yang salah jika dikatakan CBSA itu mengaktifkan siswa dan “membuat guru diam” (tidak aktif). Juga salah jika CBSA itu mesti berdiskusi secara kelompok, mesti memindahkan bangku dan kursi. Yang penting sebenarnya ialah CBSA itu menuntut agar ada keterlibatan mental-psikologis pada siswa sepanjang proses belajar-mengajar. Hanya saja keterlibatan mental-psikologis itu kadang-kadang harus diwujudkan dalam perilaku fisik, misalnya bertanya, memberikan jawaban dan tanggapan, memberikan pendapat, dsb. Dalam hal pelajaran bahasa Indonesia, CBSA itu harus mewujud dalam kegiatan siswa untuk banyak berbicara dan menulis, pokoknya harus aktif-produktif ketimbang pasif-reseptif. Dalam hal-hal tertentu CBSA itu mengharuskan siswa banyak terlibat dalam proses belajar-mengajar, siswa mengalami belajarnya sendiri, mendalami materi, dsb. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia CBSA amat bisa sejalan dengan pendekatan komunikatif.
f. Keterampilan Proses.
Sebenarnya keterampila proses itu serupa dan senafas dengan CBSA karena roh dari kedua pendekatan itu sama yaitu bagaimana agar siswa itu terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas. Keterampilan proses ini lahir antara lain karena guru sering hanya memperhatikan hasil belajar dan kurang memperhatikan proses untuk mencapai hasil itu. Dengan kata lain, guru (dan murid) menghalalkan segala cara agar memperoleh hasil yang “baik” tanpa melihat cara (teknik, metode, pendekatan, teori) memperoleh hasil itu. Akibatnya, guru berlaku kurang jujur, misalnya dengan membuat soal-soal yang sangat-saangat mudah, membiarkan murid menyontek, dan sebagainya; murid pun berlaku tidak jujur, yakni sengaja menyiapkan sontekan, turunan, dan sebagainya. Sebenarnya, sejak kurikulum 1975 kita sudah mengenal TIK (Tujuan Instruksional Khusus) yang rumusannya mencantumkan cara-cara untuk mencapai hasil belajar yang bisa diamati dan diukur. Dalam rumusan yang kira-kira sama, KBK pun merumuskan “kompetensi” dengan deskriptor-deskriptor tertentu. Dalam bahasa Indonesia pendekatan ini dapat secara langsung digunakan untuk menilai perilaku berbhasa sehari-hari di dalam kelas secara terus-menerus.
g. Belajar secara Sosial.
Istilah Inggrisnya ialah social learning, dan sekarang dikenal dengan istilah belajar secara gotong royong. Pendekatan ini menekankan pentingnya belajar bersama, secara berkelompok atau berpasangan, mengingat di dalam kehidupan bermasyarakat pun orang
selalu bekerja sama untuk melakukan sesuatu. Dalam pelajaran bahasa Indonesia pendekatan ini bisa diterapkan misalnya dalam menyusun karya tulis (membuat laporan, membuat sinopsis, meringkas bacaan, dan sebagainya), berdiskusi, berdialog, mendengarkan, dan sebagainya.
h. CTL.
Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari Contextual Teaching and Learning, atau mengajar dan belajar secara kontekstual. Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar. Konteks itu bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaan emosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya, kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar, antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman. Dalam pelajaran bahasa dan sastera Indonesia guru hendaknya memperhatikan kondisi kebahasaan siswa: apakah siswa Anda berasal dari pedesaan atau perkotaan, dari keluarga ekonomi lemah atau keluarga mampu, ada di SMP atau SMA. Guru hendaknya juga memperhatikan besar-kecilnya pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Hal ini sering menyulitkan guru karena guru dan murid mempunyai latar belakang kebahsaan yang sama sehingga kedua pihak bisa melakukan “kesalahan” yang sama dalam berbahasa Indonesia. Guru yang berlatar belakang bahasa Bali tentu sulit mengidentifikasi kesalahan dalam berbahasa Indonesia yang dilakukan murid-muridnya yang juga berkatar belakang bahasa Bali, karena guru tidak menyadari kesalahannya sendiri. Minat siswa dalam sastra dan kesastraan juga bisa bergantung kepada latar belakang di atas.
i. Pendekatan Komunikatif.
Ini adalah pendekatan khas dalam belajar berbahasa. Intinya pendekatan ini menuntut agar (i) siswa diberi kebebasan berbicara tanpa beban (wajib berbahasa Indonesia yang baik dan benar); (ii) siswa mampu mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain dan mampu menangkap dana memahami gagasan orang lain; (iii) siswa lebih banyak belajar berbahasa (empat keterampilan berbahasa) ketimbang belajar bahasa (teori, kaidah tatabahasa, struktur bahasa,dsb); (iv) guru tidak perlu banyak menyalahkan ujaran siswa, apalagi menginterupsi ketika siswa sedang berbicara, karena hal itu dapat mematikan motivasi siswa untuk berbicara. Bahasa harus kita pandang secara holistik (menyeluruh), bukan serpih-serpih (bagian demi bagian). Pendekatan komunikatif hakikatnya juga sejalan dengan prinsip-prinsip dalam pragmatik.
j. Pendekatan Tematik-Integratif.
Sebenarnya pendekatan ini sudah kita kenal pada kurikulum 1984. Intinya, tiap pelajaran harus berpijak pada tema atau subtema tertentu. Dan tiap bahan pelajaran tidaklah berdiri sendiri melainkan dipadukan (diintegrasikan) dengan bahan pelajaran yang lain. Dalam belajar berbahasa Indonesia, bahan pelajaran dapat dipadukan secara internal, misalnya keterampilan berbicara dengan tema pariwisata dengan keterampilan menulis, dengan aspek kebahasaan seperti kalimat dan frasa. Dapat pula secara eksternal dipadukan dengan sastra. Bahkan bahasa Indonesia dapat dipadukan dengan mata pelajaran yang lain. Misalnya, untuk pelajaran kalimat majemuk, guru dapat memadukan kalimat majemuk dengan keterampilan membaca, dan bacaan itu diambil dari buku teks Sejarah, Ekonomi, Biologi, IPA, IPS, dsb. Artinya, siswa dapat ditugasi untuk mencari dan menemukan contoh-contoh kalimat majemuk di dalam buku-buku teks itu.
sumber
http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/teori-teori-belajar-behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme-cbsa-keterampilan-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik-integratif/