NAMA : TRI NOFIATUN
NIM : 103611024
PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
1.
Pengembangan kurikulum di Indonesia
a.
Kurikulum sebelum tahun 1945
1.
kurikulum pada
masa VOC
Kurikulum
sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII,
badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun
1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen
dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas
guru dalah memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen ,
mengajak anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua,
penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya
sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis
dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya
menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari
12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas
untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah,
anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas
1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
2. Kurikulum sebelum tahun 1982 (sebelum reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak
mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk
yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni
membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung.
Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di
belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di
sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar
jam pelajaran.
3. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan
1893terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf
daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi
Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat
tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3
menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah
beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di
kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya,
pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas
Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu
tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal
tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila
dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese
School) . Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi
pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa
Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun.
Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi
golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak
membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
4. Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah
disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai
ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta.
Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini
mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya
untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih
spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah
kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan menyebabkan dua
jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan
Sekolah kelas dua untuk orang biasa.
5. Kurikulum VolkSchool
Kurikulum
ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang
pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah
ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan
pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke
Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari
Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah
Desa.
6. Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah
Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris padatahun 1816 oleh para Komisariat
Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi
kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda. Sekolah
Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland, walaupun
terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.
Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda,
sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama
ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat
untuk masuk ke sekolah Belnda.
7. Kurikulum
HCS (Holland Chinese School)
HCS mempunyai dasar yang sama dengan
ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan
bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan
kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan.
Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
8. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School)
Pendirian HIS pada prinsipnya
dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk
memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang
tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun
akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen,
Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru,
Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah
Menteri Ukur, dan lain-lain.
9. Kurikulum MULO
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah
pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi
ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya
terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun
1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah .
10. Kurikulum HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan
yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak
perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap
sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika
ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D
(Doktor) atau diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai
taraf yang sama dengan sekolah yang terdapat di Netherland.
b.
Kurikulum setelah 1945
1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada
masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini
lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa
Inggris).
Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan
Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang
berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun
1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
Kurikulum 1950.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947,
pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran
harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu
mata pelajaran.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun
1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana
Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri
dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana
berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam
kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD
1945
secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9
pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok
saja,". Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa
saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito, Ak, Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar
belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal
dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik.
Guru dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 yang Disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum1975 yang
disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang
kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang
menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA
bermunculan.
7. Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994
merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama
kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil.
Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai
terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kejatuhan rezimSoeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada menambal sejumlah materi.
8. Kurikulum KBK
Dalam
dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan
perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan (Depdiknas 2002).
Konsep
KBK bertumpu pada konsep yang dikemukakan Hilda Taba yaitu kurikulum sebagai
suatu rencana. Ini berarti dalam KBK yang lebih ditekankan adalah kompetensi
atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka
melakukan proses pembelajaran tertentu.
Menurut
McAshan, kompetensi adalah suatu pengetahuan keterampilan dan kemampuan atau
kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya
sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
Empat kompetensi dasar yang harus dimiliki sesuai dengan tuntutan KBK:
a.
Kompetensi akademik
b.
Kompetensi okupasional
c.
Kompetensi kultural
d.
Kompetensi temporal
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa dalam KBK bukan hanya sekadar agar
siswa memahami materi pelajaran untuk mengembangkan kemampuan intelektual saja,
akan tetapi bagaimana pengetahuan yang dipahaminya itu dapat mewarnai perilaku
yang ditampilkan dalam kehidupan nyata.
9. Kurikulum KTSP
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) yaitu kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
KTSP
memberi keleluasaan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap
memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar.
Ketua
BSNP Bambang Suhendro tahun 2006 kurikulum 2006 merupakan hasil kreasi dari
guru-guru di sekolah berdasarkan standar isi dan standar kompetensi, beliau
menjelaskan kurikulum 2006 lebih memberdayakan guru untuk membuat konsep
pembelajaran yang membumi sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah.
E.Baskoro
poedjinoegroho kurikulum 2006 yang diperkenalkan dengan nama KTSP merupakan
hasil penegasan dari atau sejalan dengan kebijakan desentralisasi.
Mendiknas
Bambang Sudibyo menegaskan bahwa tidak ada perubahan drastis dalam kurikulum
baru (KTSP), dalam kurikulum baru ini guru diberi otonomi dalam menjabarkan
kurikulum, dan murid sebagai subjek dalam proses belajar mengajar.
2.
Dasar-dasar pengembangan kurikulum
a.
Konsep kurikulum
o Sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik
o Sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik
dalam proses perencanaannya memiliki ketentuan
yang berisikan bidang studi, misalnya mata pelajaran IPS maka anak didik itu
pada dasarnya sedang belajar ilmu pengetahuan sosial. Perencanaan kurikulum
biasanya menggunakan ahli bidang studi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sosial dan faktor pendidikan ahli tersebut menentukan mata pelajaran apa yang
harus diajarkannya pada siswa.
o Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
o Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Pergeseran pemaknaan kurikulum dari
sejumlah mata pelajarn kepada pengalaman, selain disebabkan meluasnya fungsi
dan tanggung jawab sekolah akan tetapi psikologi belajar . karna psikologi
belajar mengatakan bahwa belajar itu tidak hanya bertujukan kepada ilmu
pengetahuan tetapi pad perubahan prilaku pada siswanya.
o Kurikulum sebgai hasil belajar.
o Kurikulum sebgai hasil belajar.
Merupakan hasil dari tujuan akhir dari
kurikulum tersebut, apakah para siswa dapat dimengerti apa yang di bawa oleh
kurikulum di sekolah tersebut sehingga sekolah dapat mengeluarkan nilai dengan
berupa ijazah yang akan diberikan sekolah kepada siswa yang sudah mencapai
kriteria mampu untuk menguasai ilmu pengetahuan yang ada dalam rancangan
kurikulum yang ada disekolah
b.
Komponen-komponen kurikulum
Kurikulum mempunyai lima komponen utama:
1)
Tujuan
Yaitu arah/sasaran yang hendak
dituju oleh proses penyelenggaran pendidikan
2)
Materi
Yaitu pengalaman belajar yang di
peroleh murid di sekolah. Pengalaman-pengalaman ini di rancang dan di
organisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh murid sesuai dengan
tujuan.
3)
Strategi pembelajaran
yaitu cara muri memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan.
4)
Organisasi kurikulum
5)
Evaluasi
yaitu cara untuk mengetahui apakah
sasaran yang ingin di tuju dapat tercapai atau tidak
c.
Prinsip pengembangan kurikulum
Ada sejumlah prinsip yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum,diantaranya:
a. Prinsip relevansi, Kurikulum dan
pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kehidupan peserta
didik
b. Prinsip efektifitas, Berkaitan
dengantingkat pencapaian hasil pelaksanaan kurikulum
c. Prinsip efisiensi, Berkaitan dengan perbandingan antara
tenaga, waktu, dana, dan sarana yang dipakai dengan hasil yang diperoleh
d. Prinsip kontinuinitas, Kurikulum berbagai tingkat kelas
dan jenjangpendidikan disusun secara berkesinambungan
e. Prinsip Fleksibilitas,disamping program yang berlakuuntuk
semua anak terdapat pula kesempatan bagi amak mengambil program-program pilihan
f. Prinsip integritas, kurikulum hendaknya memperhatiakn
hubungan antara berbagai program pendidikan dalam rangka pembentukan
kepribadian yang terpadu
d.
Fungsi dan cara mengembangkan kurikulum
Fungsikurikulum ialah sebagai
pedoman bagi guru dalam nelaksanakan tugasnya. Selain itu kurikulum berfungsi
sebagai:
Preventif
yaitu
agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang
ditetapkan kurikulum
Korektif
yaitu sebagai rambu-rambu yang
menjadi pedoman dalam membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpng dari
yang telah digariskan dalam kurikulum
Konstruktif
yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan
mengembangkan pelaksanaannya asalkan arah pngembangannya mengacu pada kurikulum
yang berlaku
Setelah itu kita perlu mengetahui
langkah-langkah pengembangan kurikulum,yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan, Rumusan tujuan di buat berdasarkan
analisis terhadap berbagai tuntutan kebutuhan dan harapan
2.
Menentukan isi, merupakan materi yang akan di berikn kepada murid selama
mengikuti proses pendidikan belajar mengajar
3.
Merumuskan kegiatan belajar mengajar, Hal ini mencakuppenentuan metode dan
keseluruhan proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan
4.
Mengadaka evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar