-->

BINTANG

Senin, 14 Mei 2012

makalah TAUHID


MU’TAZILAH



MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tauhid
Dosen Pengampu : Arikhah, M.Ag.

           











Disusun Oleh:
TRI NOFIATUN
103611024






FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2010
MU’TAZILAH


I.         PENDAHULUAN
Munculnya teologi-teologi islam didahului dengan persoalan orang berbuat dosa, yang kemudian menjadi pengaruh besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya dalam islam. Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam, diantara teologi tersebut adalah aliran atau kaum Mu’tazilah sebagai aliran ketiga.
Kaum Mu’tazilah beranggapan bahwa orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi pula bukan mukmin. Orang yang serupa ini terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi) yaitu posisi mukmin dan kafir.
Kaum Mu’tazilah terpengaruh oleh pemakaian rasio atau akal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani Klasik itu. Pemakaian dan kepercayaan pada rasio ini dibawa oleh kaum Mu’tazilah ke dalam lapangan teologi islam dan dengan demikian teologi mereka mengambil corak teologi liberal, dalam arti bahwa sungguhpun kaum Mu’tazilah banyak mempergunakan rasio, mereka tidak meninggalkan wahyu.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasio ini mendapat tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hambal. Politik menyiarkan aliran Mu’tazilah secara kekerasan berkurang setelah al-ma’mun meninggal di tahun 833, dan akhirnya aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi dari negara dibatalkan oleh khalifah al-mutawakkil di tahun 856 M. dengan demikian kaum Mu’tazilah kembali kepada kedudukan mereka semula, tetapi kini mereka telah mempunyai lawan yang bukan sedikit dikalangan umat islam.
II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah pengertian Mu’tazilah?
B.     Bagaimana latar belakang munculnya Mu’tazilah?
C.     Apakah faktor pendorong lahirnya aliran Mu’tazilah?
D.    Apakah dasar-dasar dan aliran-aliran dalam Mu’tazilah
E.     Tokoh-tokoh aliran islam
F.      Apakah karya dan pokok pikiran yang dihasilkan para tokoh aliran mu’tazilah
III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.
Menurut al-Baghdadi, wasil dan temannya, Amr ibn ‘Ubaid ibn Bab diusir oleh Hasan al-Basri dari majlisnya karena adanya pertikaian antara mereka mengenal persoalan qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan al-Basri dan mereka serta pengikut-pengikutnya disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat islam tentang soal orang yang berdosa besar.[1]
Dalam buku lain aliran mu;’tazilah didefinisikan sebagai suatu pergerakan yang menekankan kepada dasar rasional bagi prinsip-prinsip dasar kepercayaan agama.[2]
Menurut mereka orang serupa ini tidak mukmin dan pula tidak kafir atau mereka berada pada posisi tengah.[3]
Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubra Zadah, menyebut bahwa Qatadah ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke majelis ‘Amr ibn ‘Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan al-Basri. Setelah ternyata bagiannya bahwa itu bukan majlis Hasan al-Basri ia berdiri dan meninggalkan tempat itu, sambil berkata: “Ini kaum Mu’tazilah”. Semenjak itu, kata Tasy Kubra Zadah, mereka disebut kaum Mu’tazilah.
Menurut Al-Mas’udi, mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan bykan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara kedua posisi itu (al-manzilah bain al-manzilatain).[4]
B.     Latar Belakang Munculnya Mu’tazilah
Nama Mu’tazilah sudah terdapat jauh sebelum adanya [peristiwa pertikaian pendapat tentang sikap teolog (ahli kalam) terhadap pendosa besar. Nama ini diperuntukkan bagi golongan yang tidak mau ikut campur tangan dalam pertikaian politik di zaman khalifah Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Ali Thalib. Mereka menjauhkan diri dari golongan-golongan yang saling bertikai. Golongan yang menjauhkan diri ini telah terekam dalam buku-buku sejarah islam.
Mu’tazilah ini dialifasikan kepada mereka yang telah mengasingkan diri dan meninggalkan kancah pertikaian politik ketika Hasan bin Ali menyerahkan jabatan khalifah sepenuhnya kepada mu’awiyah. Mereka mengasingkan diri dari Hasan, Muawiyah dan orang kebanyakan.
Namun al-Nasyir menjelaskan secara lain bahwa nama Mu’tazilah itu menurutnya timbul dalam lapangan pertentangan politik islam, terutama antara Ali dan Muawiyah. Argumentasi yang diajukan oleh An-Nasyr ialah bahwa kata-kata I’tazala dan al-Mu’tazilah terkadang dipakai untuk orang yang pada kenyataannya menjauhkan diri dari masyarakat umum dan memusatkan pada ilmu dan ibadah.
Jadi, menurut an-Nasyr, golongan “Mu’tazilah kedua” adalah dari orang-orang yang mengasingkan diri untuk Ilmu dan ibadah., dan bukan dari golongan Mu’tazilah yang dikatakan merupakan aliran politik.[5]
C.A Nallino, seorang orientalis Itali mempunyai pendapat yang hampir sama dengan Ahmad Amin. Berdasarkan pada versi Mas’udi tersebut sebelumnya, ia berpendapat bahwa nama Mu’tazilah sebenarnya tidak mengandung arti “memisahkan diri dari umat islam lainnya” sebagai yang terkandung dalam versi yang diberikan al-Syahrastani al-Baghdadi dan Tasy Kubra Zadah.
Asal-usul nama Mu’tazilah sebenarnya memang sulit, yang jelas ialah bahwa nama Mu’tazilah sebagai designatie bagi aliran teologi rasionil dan liberal dalam Islam timbul sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan al-Basri di Basrah dan bahwa lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah itu telah pula terdapat kata-kata ptazala, al-Mu’tazilah.
Selain dengan nama Mu’tazilah golongan ini juga dikenal dengan nama-nama lain. Mereka sendiri selalu menyebut golongan mereka sebagai ahl al-‘adl dalam arti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan, dan juga ahl al-Tauhid wa al-‘adl, golongan yang mempertahankan ke-esaan murni dan keadilan Tuhan. [6]
C.    Faktor Pendorong Lahirnya aliran Mu’tazilah
1.      Kota Basrah yang merupakan pusat ilmu dan peradaban islam dan merupakan tempat bertemunya aneka kebudayaan asing disamping bertemunya bermacam-macam agama.
2.      Banyaknya orang-orang yang hendak menghancurkan islam dari segi akidah baik mereka menamakan dirinya islam maupun tidak
3.      Pengaruh di masjid Basrah yang berbentuk halaqah (lingkaran pelajaran) di bawah asuhan Hasan Basri digelari Abu Sa’id (21-110 H / 642 – 728 M).[7]
D.    Dasar-dasar dan ajaran-ajaran Mu’tazilah
Abu Al-Hasan al-Khayyath dalam bukunya al-intisar menyatakan “tak seorang pun berhak mengaku sebagai penganut Mu’tazilah sebelum ia mengetahui al-ushul al-khamsah (lima pokok ajaran) sebagai dasar pemikiran pahamnya yaitu:
1.      Al-Tauhid
2.      Al-‘Adl
3.      Al-Wa’d wa al-wa’id
4.      Al-Manzilah bain al-Manzilatain
5.      Al-‘Amr bi al-ma’ruf wa an-nah’yan al-munkar.[8]
1.      Al-Tauhid
At-Tauhid adalah mengesakan Tuhan. Tuhan dikatakan Maha Esa.[9] Tuhan dalam faham mereka, akan betul-betul Maha Esa hanya kalau Tuhan merupakan suatu zat yang unik, tidak yang serupa dengan Dia. Mereka mendak paham antropomorphisme yaitu paham yang menggambarkan Tuhan dekat menyerupai makhluk-Nya. Mereka juga mendak beatific vision, yaitu bahwa Tuhan dapat dilihat manusia dengan mata kepalanya. Satu-satunya sifat Tuhan yang betul-betul tidak mungkin ada pada makhluk-Nya ialah sifat Qadim.
Kaum Mu’tazilah membagi sifat tuhan kedalam dua golongan:
a.       Sifat-sifat yang merupakan esensi dan disebut sifat zatlah
b.      Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan tuhan yang disebut sifat fi’liah
2.      Al-‘Adl
Dengan Al-‘adl kaum Mu’tazilah ingin mensucikan perbuatan tuhan dari persamaan dengan perbuatan makhluk. Hanya Tuhanlah yang berbuat adil, tuhan tidak bisa berbuat zalim
3.      Al-Wa’d wa al-wa’id
Tuhan tidak dapat disebut adil, jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum orang yang berbuat buruk, keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah diberi hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah. Sebagaimana dijanjikan tuhan.
4.      Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Posisi menengah bagi pembuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad, tetapi bukanlah mukmin karena imannya tidak lagi sempurna.
5.      Al-‘Amr bi al-ma’ruf wa an-nah’yan al-munkar
Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu’tazilah saja, tetapi juga oleh golongan umat Islam lainnya.
Menurut wasil ibn Ata’ tiga ajaran-ajaran dalam Mu’tazilah diantaranya adalah :
a.       Ajaran Pertama
Faham al-Manzilah bain al-Manzilatain, posisi diantara dua posisi dalam arti posisi menengah. Menurut ajaran ini, orang yang berdosa besar bukan kafir dan bukan pula mukmin tetapi fasiq.
b.      Ajaran yang kedua
Faham qadariyah yang dianjurkan oleh Ma’bad dan Ghailan. Tuhan, kata Wasil bersifat bijaksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan berbuat zalim. Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya.
c.       Ajaran yang ketiga
Mengambil bentuk penilaian sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa-apa yang disebut sifat Tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud tersendiri di luar zat Tuhan, tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan.[10]



E.     Tokoh-tokoh Aliran Mu’tazilah
1.      Washil bin Atha’
Washil bin Atha’ lahir sekitar tahun 70 H di Madinah beliau pindah ke Bashrah dan berguru dengan Hasan al Bashri, seorang tokoh ulama besar yang sangat terkenal. Ketika belajar dengan Hasan al Bashri inilah ia pertama kali melontarkan pendapat yang berbeda denagn gurunya sehingga ia dan pengikutnya disebut Mu’tazilah.
Pokok-pokok ajaran teologis Washil bib Atha’ dapat disimpulkan pada tiga hal penting: masalah muslim yang membuat dosa besar, kekuasaan berbuat bagi manusia (free will) dan tentang sifat Tuhan.
Tentang muslim yang berbuat dosa besar, sebagaimana dikemukakan terdahulu, Washil bin Atha’ berpendapat, orang itu tidak mukmin dan tidak pila kafir, tapi fasiq. Kedudukannya berada diantara mukmin dan kafir (al-manzilah bain al-manzilatain), dengan klasifikasi tersendiri.
Tentang sifat Allah, Washil menolak paham bahwa Tuhan memiliki sifat. Menurut Washil Tuhan tidak mempunyai sifat. Apa yang dianggap seorang sebagai sifat tidak lain kecuali zat Allah itu sendiri. Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan pengetahuan-Nya itu adalah zat-Nya. Tuhan mendengar dengan pendengaran-Nya, dan pendengaran-Nya adalah zat-Nya, dan seterusnya. Jadi Tuhan mendengar bukan dengan sifat sama’_Nya, Tuhan melihat bukan dengan sifat bashar-Nya, dan seterusnya, tapi dengan zat-Nya.
2.      Abu Huzail Al Allaf
Tokoh ini lahir pada tahun 135 H/751 M dan wafat tahun 235 H/849 M. ia merupakan generasi kedua Mu’tazilah. Tokoh inilah yang mengintrodusir dan menyusun dasar-dasar paham Mu’tazilah yang lima (al Ushul al Khamsah). Ia berguru dengan Usman al Thawil, murid Washil bin Atha’.
Berbeda dengan Washil, Abu Huzail al Allaf lahir dalam situasi ilmu pengetahuan yang maju pesat. Ketika itu, buku-buku Yuanani, baik filsafat maupun ilmu pengetahuan lainnya, banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pengaruh Yunani ini sedikit banyak terbawa dalam pemikiran teologis Abu Huzail.
3.      Al-Nazzam
Nama lengkapnya Ibrahim bin Sayyar, tapi ia lebih dikenal dengan sebutan Al-Nazzam. Ia adalah salah seorang murid Abu Huzail al –Allaf. Pada waktu kecil ia banyak bergaul dengan orang-orang non-muslim dan setelah dewasa ia banyak bergaul dengan para ahli filsafat serta mempelajari dan menekuni ilmu ini.
4.      Al-Jubba’i
Nama lengkapnya Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir tahun 235 H/849 M di Juba’, wafat tahun 303 H/915 M di Bashrah.
Situasi politik pada zamannya tidak stabil. Gerakan-gerakan separatis di daerah bermunculan dan dinasti-dinasti kecil lahir di mana-mana sehingga kekuasaan pemerintah pusat jauh menurun dan kewibawaannya berkurang. Meskipun demikian, ilmu pengetahuan tetap berkembang pesat, sebab masing-masing dinasti kecil yang menguasai beberapa daerah juga tetap turun memajukan ilmu pengetahuan. Di samping itu, para ilmuwan tidak banyak berpengaruh terhadap situasi dan kondisi politik. Al-Jubba’i berguru dengan al-Syahsam, salah seorang murid Abu Huzail al Allaf.[11]
F.     Karya dan Pokok Pikiran Yang dihasilkan Para Tokoh Aliran Mu’tazilah
Selain sebagai tokoh yang berperan penting dalam aliran mu’tazilah, para tokoh aliran mu’tazilah pun mempunyai kemampuan luar diantara karya-karaya para tokoh aliran mu’tazilah adalah sebagai berikut :
1.      Karya-karya Wasil bin ’Atha’ antara lain
b.      Al-Alf masalah fi ar-Rodi’ ala al munawiyah
c.       Al manzilat bainal manzilatain
d.      Al-khattab fi al-adl wa at-tauhid
e.       As sabil ila ma’rifat al-haq
f.       Ma’ani al-qur’an
g.      Kitab at tauhid
h.      Al futuya
2.  Abu Huzail al-Allaf
Berbeda dengan Wasil bin ’Atha’, karya Abu Huzail al-allaf dalam bentuk pemikiran-pemikiran diantaranya :
a.       Tentang aradl, dinamakan aradl bukan karena mendatang pada benda-benda, karena banyak aradl yang terdapat bukan pada benda, seperti waktu, abadi dan hancur.
b.      Menetapkan adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi lagi
c.       Gerak dan alam
d.      Hakikat manusia, hakikatnya adalah badan, bukan jiwanya
e.       Gerak penghuni surga dan neraka
f.       Qadar
3.  Al-Nazzam
Pokok-pokok pikiran Al-Nazzam diantaranya:
a.       Tentang benda (jisim), selain gerak. Semuanya yang ada disebut jisim, termasuk bau, warna dsb.
b.      Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi-bagi
c.       Teori lompatan (tafrah) yaitu bahwa sesuatu benda dapat berada pada tempat pertama, kedua, kemudian langsung kepada ketempat ke-10
d.      Tidak ada diam, pada hakekatnya semua yang ada bergerak
e.       Hakikat manusia, hakikatnya adalah jiwanya bukan badannya.
f.       Berkumpulnya kontradiksi dalam suatu tempat, menunjukkan adanya Allah
g.      Teori sembunyi (kumun)
Allah menciptakan makhluk sekaligus dalam waktu yang sama.
h.      Berita yang benar adalah terletak dalam pemberitaan hal-hal yang gaib
4. Jubba’i
a.           Al-Qur’an itu hadits (baru), karena kalamullah itu diciptakan oleh Allah yang terdiri dari susunan huruf-huruf dan suara
b.          Wajib bagi akal untuk mengetahui dan bersyukur kepada Allah demikian pula akal wajib mengetahui perbuatan baik dan buruk
c.           Allah tidak dapat dilihat di akhirat nanti, karena Allah tidak berjisim dan berarah.[12]
IV.   KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Aliran mu’tazilah ini sudah ada sejak zaman kepemimpinan khulafaur rasidin Ali Bin Abi Tholib.
Munculnya aliran mu’tazilah ini juga didorong oleh 3 faktor, yaitu:
A.    Kota Basrah yang merupkan pusat ilmu dan peradaban islam dan merupakan tempat bertemunya aneka kebudayaan asing disamping bertemunya bermacam-macam agama.
B.     Banyaknya orang-orang yang hendak menghancurkan islam dari segi aqidah baik mereka menamakan dirinya islam maupun tidak
C.     Pengaruh di masjid Basrah yang berbentuk halaqoh (lingkaran\ pelajaran) dibawah asuhan Hasan Basri di gelari Abu Sa’id (21-110 H/642-728 M)[13]
Diantara tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran mu’tazilah diantaranya Washil bin Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Al-Nazzam, Al-Jubba’I dan sebagai tokoh nag berperan penting mereka juga menghasilkan karya-karya dan pokok-pokok pikiran yang luar biasa.
Dalam aliran mu’tazilah mengenal 5 pokok ajaran atau yang disebut al-ushul al-khamsah sebagai dasar pemikiran pahamnya diantaranya
a.       Al-tauhid
b.      Al-‘Adl
c.       AL-Wa’id
d.      Al-Manazlah bain al- Manzilatain
e.       Al-‘amr bi al-ma’ruf wa an nah’yan al-munkar

V.      PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan kesehatan sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak pernah lepas dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun kepada kami demi kebaikan bersama. Semoga sedikit ulasan mengenai Mu’tazilah diatas dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
















DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, M., Ilmu Kalam, Sejarah dan Aliran-aliran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2004
Mutohar, Ahmad, Teologi Islam Konsep Iman, antara Mu’tazilah dan Asyari’ah, Yogyakarta: Teras, 2008
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI, 1972
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI, 1972
Watt, W. Montromery, Studi Islam Klasik, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999
 


[1] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI, 1972)
[2] M. Muhaimin, Ilmu kalam sejarah dan Aliran-aliran, (Semarang: IAIAN Press. 1999)
[3] W. Montromery Watt, Studi Islam Klasik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)
[4] Harun Nasution, op.cit.,
[5] Ahmad Mutohar, Teologi Islam Konsep Iman, antara Mu’tazilah dan Asyari’ah, (Yogyakarta: Teras, 2008)
[6] Harun Nasution, op.cit.,
[7] M Muhaimin, op.cit
[8] Ahmad Muthohar
[9] Ibid.
[10] Harun Nasution, op.cit.
[11] M Muhaimin, op.cit hlm. 117-119
[12] ibid
[13] Ibid

0 komentar: